Oleh: Gea Debora | Editor: Gandi Lukmanto | Republikasi dari RRI
The Centre for Human Rights, Multiculturalism, and Migration (CHRM2) Universitas Jember (UNEJ) turut serta dalam program penulisan Buku Ajar Tafsir Pasal 300 hingga 305 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tanun 2023.
Program ini melibatkan delapan perguruan tinggi di Indonesia bekerja sama dengan Indonesian Scholar Network on Freedom of Religion and Belief (ISFoRB). Menurut Ketua CHRM2, Al Khanif, pasal 300-305 di KUHP mengatur tentang tindak kejahatan terhadap agama dan kehidupan beragama atau berkeyakinan.
Masalah agama sesuatu yang di Indonesia adalah hal sensitif. Pasal 300-305 di KUHP ini dianggap oleh sebagian orang, terutama kelompok rentan dan organisasi masyarakat sipil masih belum sepenuhnya menghilangkan tindak kejahatan terhadap agama yang selama ini sering kali digunakan untuk membatasi ruang gerak kebebasan beragama atau berkeyakinan dari kelompok minoritas.
“Namun sebagian juga meyakini Pasal 300-305 ini merupakan langkah maju dalam penyusunan KUHP baru karena sudah menghilangkan kata penodaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 165a KUHP lama,” jelas Al Khanif yang juga dosen di Fakultas Hukum (FH) UNEJ Selasa (28/1/2025).
CHRM2 sebagai salah satu pusat kajian HAM dengan fokus penelitian dan pengajaran HAM diajak oleh Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) UGM untuk terlibat dalam penyusunan penafsiran dan juga menjadi mitra peluncuran penafsiran bersama dengan IAIN Kediri, IAIN Pontianak, IAIN Bukit Tinggi, Unisba Bandung, FH UGM, FH Unsoed, dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.
Dua peneliti CHRM yang terlibat dari awal program penyusunan penafsiran ini adalah Dina Tsalist Wildana dan Al Khanif sejak pertengahan 2024 lalu.Hasil penafsiran diharapkan akan menjadi bagian dari mata kuliah Hukum dan HAM dan juga Hukum Pidana dan Kriminologi di Fakultas Hukum dan juga mata kuliah lain dari fakultas lain yang beririsan dengan multikulturalisme, politik identitas, atau mata kuliah lain yang relevan.
Sebagai sebuah penafsiran yang dihasilkan oleh akademisi, tim penyusun sebenarnya berkeinginan aparat penegak hukum (APH) seperti hakim, jaksa, dan polisi akan menggunakan penafsiran ini untuk menerapkan atau menggunakan Pasal 300-305 ke depan.
Namun sayangnya, dikarenakan hasil penafsiran ini bukan produk resmi dari lembaga peradilan, maka tidak ada keterikatan bagi APH untuk mengikuti penafsiran ini. Oleh karena itu, tim penyusun meyakini memasukkan penafsiran ini dalam silabus mata kuliah akan lebih mudah.
Leave a Reply