Oleh: Danu Aris Setiyanto | Republikasi dari GUSDURian
Prolog: Budaya dan Agama
Secara umum budaya adalah segala sesuatu yang dibuat cipta dan karya oleh manusia. Budaya tidak ditemukan unsur wahyu Tuhan di dalamnya. Agama berasal dari cipta dan karya Tuhan. Tapi faktanya tidak setegas demikian, karena banyak hal agama dipengaruhi oleh budaya, dan banyak hal budaya dipengaruhi oleh agama.
Budaya disebut sebagai lawan dari alami. Jika segala sesuatu terjadi secara refleks, naluri, dan dibiarkan sebagaimana adanya maka itu bagian dari naluri. Manusia dapat disebut sebagai hasil alamiah (seksual) tetapi juga makhluk yang berbudaya (berpikir dan berinovasi). Seorang yang berkendara motor dan diklakson oleh pengendara lain maka secara refleks melihat spion merupakan tindakan yang alami. Ilmu matematika, militer, baju, makanan dan lainnya merupakan hal yang diolah manusia maka itu termasuk bagian dari budaya.
Sikap Islam terhadap Budaya
Islam datang bukan pada kondisi masyarakat yang hampa budaya. Setiap kelompok masyarakat memiliki keunikan dan keragaman pemikiran, gaya bahasa, pakaian, tradisi, dan lainnya. Keragaman itu telah mendorong adanya perbedaan sikap setiap manusia ketika Islam datang. Ketika Nabi Muhammad datang dengan risalah Islam maka sebagian masyarakat Arab menerima risalah kenabian, dan sebagian yang lain memerangi Islam.
Islam memandang dan menanggapi budaya (masyarakat jahiliyah) dengan tiga sikap sesuai substansi budaya yang dihadapinya. Tanggapan itu meliputi budaya yang ditolak atau dihilangkan, budaya yang ditoleransi dan direvisi (perlu diperbaiki), dan budaya yang dibenarkan. Kedermawanan, pembelaan terhadap yang dizalimi, hormat orang tua merupakan budaya yang dibenarkan. Tradisi penghormatan terhadap empat bulan (asyhurul ḫurum) di masyarakat tradisi jahiliyah masih dilestarikan hingga saat ini karena sejalan dengan nilai-nilai Islam. Kebiasaan minum khamr dan bermain judi pada masyarakat jahiliyah dilarang dan dihapus oleh Islam. Sedangkan ibadah haji mengalami modifikasi karena ada praktik yang menyimpang di masyarakat jahiliyah.
Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda dan terus mengalami dinamika seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Budaya Eropa, Mesir, Indonesia, Arab Saudi, dan negara lainnya tidak memiliki budaya yang sama. Budaya tidak stagnan, ada perkembangan, dan perubahan. Budaya pada zaman dahulu dianggap sebagai hal yang baik pada waktunya, tetapi sekarang bisa jadi budaya tersebut dianggap tidak baik. Penghormatan santri kepada kiai era digital saat ini bisa jadi berubah dan berbeda bentuk. Namun, nilai-nilai penghormatan tersebut tidak berubah dan masih dipertahankan.
Sementara itu, ada nilai-nilai dasar yang tidak berubah atau tidak bertentangan. Nilai penghormatan, kasih sayang, saling berbagi kebaikan, tolong menolong dan sejumlah nilai budaya positif lain tidak dapat berubah. Dulu, santri tidak boleh berbeda dengan kiai. Tetapi sekarang, santri bisa jadi boleh berbeda pendapat dengan kiai dengan tetap hormat dan santun dalam menyampaikannya.
Agama dan budaya tidak dapat dipisah. Orang salat pakai baju dan peci. Baju dan peci berasal produk kebudayaan. Produk agamanya menutup aurat. Kubah masjid bukan budaya dari kalangan muslim tetapi merupakan budaya khas arsitektur Romawi Kuno pada abad pertengahan. Gereja Ortodoks di Moskow memiliki kubah sebagai makna simbolis dan mencegah tumpukan salju. Ini menunjukkan bahwa budaya selalu melekat pada setiap agama.
Tafsir teks kitab suci adalah oleh cipta manusia sebagai kerja akal. Teks itu dari agama dan tafsir itu berubah karena sebagai kerja kemanusiaan. Sehingga proses berkemanusian, berkebudayaan, proses dasar beragama tidak dapat dipisahkan dengan agama. Agama mengawal agar manusia menjadi manusia yang utuh jiwa dan raga, berakhlak mulia, menjunjung nilai-nilai kemanusiaan serta pelestarian lingkungan.
Budaya dapat diterima agama Islam selama tidak ada unsur kemusyrikan dan tidak merusak akidah. Kubah di masjid adalah produk budaya dan bahkan bukan budaya dari orang Muslim. Kubah berasal dari budaya Bizantium Romawi sehingga Gereja Ortodoks di Moskow juga memakai kubah. Bahkan kubah di gereja tersebut memiliki warna tertentu dengan makna tertentu dan bermanfaat untuk menghindari tumpukan salju. Manusia senang dengan budaya tertentu, seperti manusia secara fitrah senang musik, pemandangan indah, dan suara yang indah. Segala yang indah tidak mungkin agama bertentangan dengan fitrah. Tetapi, Islam mengatur bahwa musik yang mendukung fitrah dan dapat direstui agama apabila musik menjadi sarana penyemangat melawan penjajah, mendekatkan diri kepada Allah.
Islam menerima budaya positif yaitu makruf apabila sesuai dengan kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan agama. Posisi agama dapat menjadi penguat nilai positif yang ada. Agama memiliki peran sentral dan penting dalam mempertahankan budaya yang positif. Agama memiliki aspek tekstual dan kontekstual yang bisa mendialogkan keduanya. Oleh sebab itu, pada bidang agama harus diikuti dengan dengan otoritas keagamaan yang fleksibel tetapi tidak melanggar prinsip dasar yang menjadi kesepakatan (prinsip universal).
Ibnu Muqaffa mengatakan hal yang ma’ruf (budaya positif) kalau jarang diamalkan dianggap munkar dan apabila munkar kalau banyak diamalkan atau tersebar maka akan menjadi ma’ruf. Tapi Islam agama terbuka, maka jika ada budaya Barat atau yang lain yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam maka itu dapat diterapkan karena budaya tersebut bisa diterima. Maka hikmah itu artinya amal ilmiah dan ilmu amaliyah. Hikmah itu miliknya orang beriman, di mana pun ia dapatkan maka ambil.
Maka, sikap Muslim yang baik adalah menerima budaya jika tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Budaya dan agama adalah dua hal yang saling melengkapi, budaya tidak selamanya bertentangan dengan wahyu Tuhan. Manusia hendaknya selalu berinovasi untuk memaksimal kemampuannya untuk menciptakan budaya positif di setiap peradaban.
Leave a Reply