Ringkasan:
● Religi Expo 2025 memperkuat toleransi melalui ruang perjumpaan lintas agama dan budaya.
● Tema Merak menegaskan kaitan erat antara keberagaman sosial dan kepedulian lingkungan.
● LK3 menyerukan perhatian ekologis, termasuk penolakan terhadap kebijakan Taman Nasional Meratus.
Oleh: Pasto | Republikasi dari Kalsel Maju Media
Masyarakat Kota Banjarmasin terus mengajarkan toleransi antarumat beragama. Hal ini diwujudkan melalui kegiatan Religi Expo di Siring 0 Km, Kota Banjarmasin, yang berlangsung mulai Jumat hingga Minggu (14-16/11/2025).
Direktur LK3 (Lembaga Kajian Keislaman & Kemasyarakatan) Banjarmasin, Abdani Solihin, menyatakan bahwa indeks toleransi Kota Banjarmasin menunjukkan perbaikan signifikan. Indeks tersebut naik dari posisi 30 menjadi 17 secara nasional.
Namun, ia menegaskan bahwa angka tersebut bukan alasan untuk berpuas diri.
“Indeks memang membaik, tetapi kerja kita belum selesai. Keragaman harus terus disosialisasikan supaya masyarakat terbiasa menerima perbedaan,” katanya.
Oleh karena itu, ia menyampaikan bahwa pihaknya melaksanakan Religi Expo sebagai ruang perjumpaan antarwarga dari berbagai latar belakang.
Kegiatan ini juga menjadi panggung kampanye untuk merawat alam sekaligus memperkuat toleransi. Sesuai dengan tema Merak (Merawat Alam dan Keberagaman), Religi Expo 2025 menghadirkan 34 stan. Berbagai komunitas lintas agama, lintas suku, hingga UMKM binaan turut mengikuti acara ini.
“Ini bukan sekadar pameran. Ini adalah ruang untuk saling mengenal, berdialog, dan belajar satu sama lain,” ujarnya.
Menurutnya, pemilihan tema MERAK bukan tanpa alasan. LK3 menilai bahwa isu keberagaman dan isu lingkungan saling terkait, terutama jika melihat kondisi ekologis di Kalimantan Selatan yang terus tergerus.
“Bicara agama bukan hanya hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga manusia dengan alam. Ekosistem kita sedang tidak baik-baik saja,” tegasnya.
LK3 bahkan secara terbuka kembali mengangkat seruan penolakan terhadap kebijakan Taman Nasional Meratus. Menurut sebagian kelompok, kebijakan tersebut berpotensi mengancam ruang hidup masyarakat adat dan keseimbangan ekologi.
Editor: Andrianor










Leave a Reply