Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) merupakan kumpulan perorangan Indonesia yang memiliki hak beragama dan berkeyakinan yang dijamin oleh Konstitusi Indonesia, sama seperti semua warga lainnya di Indonesia. Namun demikian, para anggota JAI secara berulang telah lama menjadi korban kekerasan dan diskriminasi. Terkini, penderitaan warga JAI tergambar dalam aksi perusakan masjid dan perumahan warga JAI di Sintang, Kalimantan Barat. Yang patut menjadi perhatian, para pelaku aksi kekerasan dan diskriminasi terhadap JAI ini kerap merujuk ke sejumlah perundang-undangan yang secara khusus mengatur regulasi terkait JAI. Kejadian ini mendorong sejumlah pihak menuntut agar pemerintah menghapus produk hukum yang diskriminatif terhadap Ahmadiyah. Belakangan, pemerintah, seperti Kementerian Agama, memberi respons dengan menyatakan bahwa mereka melihat ulang peraturan yang diskriminatif terhadap kelompok minoritas, seperti Ahmadiyah.
Laporan ini merupakan uraian singkat mengenai permasalahan yang timbul akibat adanya pengaturan diskriminatif terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), khususnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat. Setelah mengevaluasi peraturan hukum serta fakta di lapangan mengenai diskriminasi yang dialami oleh JAI, laporan ini menyimpulkan bahwa dua regulasi tersebut tidak memiliki landasan hukum yang sah dan dapat dikatakan melampaui aturan-aturan di atasnya. Selain itu, secara sosial, regulasi-regulasi tersebut tidak mencapai tujuan yang dimaksudkan, yaitu melindungi warga JAI. Sebaliknya, produk-produk hukum tersebut justru menjadi rujukan bagi persekusi dan mobilisasi kekerasan terhadap JAI.
Penulis laporan ini adalah Mahaarum Kusuma Pertiwi, dosen Fakultas Hukum UGM yang juga menjadi salah satu peneliti di CRCS UGM.
Leave a Reply