ISFoRB MENOLAK TEGAS LAHIRNYA SURAT EDARAN BUPATI SINTANG TENTANG ALIRAN AHMADIYAH
SIARAN PERS
Jakarta, 2 Maret 2023
Pada tanggal 15 Februari 2023, Bupati Sintang, Jarot Winarno, mengeluarkan Surat Edaran Nomor 180/0838/KESBANGPOL/2023 tentang pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kabupaten Sintang. Surat edaran tersebut juga memuat pernyataan bahwa aliran Ahmadiyah merupakan aliran yang sesat. Dalam surat edaran tersebut, Bupati mengacu kepada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 serta Fatwa MUI hasil Munas VII Tahun 2005 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah adalah sesat dan menyesatkan.
Sebelumnya, pada bulan September 2021, telah terjadi penyerangan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap Masjid Miftahul Huda di Kabupaten Sintang akibat ceramah agama yang menyudutkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebagai aliran sesat. Meskipun dialog sudah dilakukan dan difasilitasi oleh pemerintah daerah, namun proses dialog tersebut berjalan asimetris dan menempatkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebagai objek masalah, bukan sebagai subjek yang memiliki hak dalam menyuarakan hak kebebasan beragamanya. Alih-alih melindungi kebebasan beragama warga Ahmadiya dan melakukan mitigasi pasca konflik kepada korban, pemerintah Kabupaten Sintang bersama-sama dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah serta tokoh agama justru menyepakati bahwa sebab terjadinya konflik dikarenakan keberadaan aliran Ahmadiyah yang sesat tersebut.
Sebagai organisasi yang mengutamakan nilai-nilai kebebasan, keadilan dan persamaan hak warganegara, ISFoRB meyakini pentingnya dukungan terhadap perlindungan kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB) seluruh warga negara. Karenanya, ISFoRB menolak tegas surat edaran tersebut dan meminta kepada Bupati Sintang untuk segera mencabut surat edaran tersebut. ISFoRB juga mendesak agar Bupati Sintang menjalankan amanat tujuan bernegara sebagaimana Pembukaan UUD NRI 1945 dan menjalankan amanat Konstitusi dalam menghormati, melindungi, menjamin, dan memenuhi hak kebebasan beragama Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Sehubungan dengan peritiwa diatas, ISFORB juga menyampaikan beberapa pernyataan berikut:
- Bahwa di dalam pembukaan UUD NRI 1945, sesungguhnya tegas menyatakan tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni, “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Kalimat ini memberi makna bahwa tujuan berdirinya NKRI adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, gender, maupun golongan-golongan tertentu sehingga apapun agamanya dan siapapun kelompok agamanya di Indonesia, negara harus menjamin dan melindungi hak kebebasan beragama atau berkeyakinan. Hal tersebut merupakan kewajiban negara yang harus tunduk pada norma dasar tertinggi.
- Bahwa perlindungan konstitusional hak kebebasan beragama atau berkeyakinan telah dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2), sehingga negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, menjamin, dan memenuhi hak kebebasan beragama seluruh warga negara tanpa terkecuali. Pasal 28I ayat (1) UUD NRI 1945 juga telah menegaskan bahwa hak beragama merupakan hak yang tidak dapat dicabut (non-derogable rights). Demikian pula, Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa seluruh warga negara berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif. Karenanya, surat edaran Bupati Sintang mengenai pelarangan Ahmadiyah merupakan bentuk koersi negara terhadap wilayah forum internum yang secara konstitusional tidak dapat dicabut (non-derogable rights).
- Bahwa Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) merupakan organisasi masyarakat yang terdaftar dan mempunyai badan hukum berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No. JA/23/1095 tanggal 13 Maret 1953. Meskipun secara normatif organisasi JAI disahkan pada tahun 1953, sesungguhnya eksistensi Jemaat Ahmadiyah Indonesia telah ada sejak tahun 1925 dan telah berjasa dalam mengambil peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian, fakta empirik menunjukkan bahwa negara belum hadir dalam menjamin hak kebebasan beragama Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Maraknya kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia di berbagai daerah serta kebijakan negara yang masih membatasi hak atas kebebasan beragama Jemaat Ahmadiyah Indonesia menjadi indikasi belum hadirnya negara untuk memberikan perlindungan kebebasan beragama bagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
- Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah, Surat Edaran adalah naskah dinas yang memuat pemberitahuan tentang hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak. Secara yuridis, kedudukan surat edaran adalah sebagai instrumen administratif yang berlaku internal, bukan ditujukan untuk pihak eksternal di luar instansi pemerintah. Karenanya, keluarnya surat edaran tersebut telah melanggar Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia.
- Bahwa muatan surat tersebut juga telah melanggar asas ketidakberpihakan karena dalam perumusannya, pemerintah daerah bertindak diskriminatif dan merampas hak kebebasan beragama Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Oleh karena itu, ISFORB mendesak Bupati Sintang untuk mencabut surat edaran tersebut dan berfokus memulihkan martabat Jemaat Ahmadiyah Indonesia serta melaksanakan penanganan dan pemulihan pasca konflik dengan seadil-adilnya.
Narahubung:
- Hurriyah, Ketua ISFoRB, 0811916654
- Fadhil, Anggota ISFoRB, 085255326025
Siaran Pers dalam bentuk pdf. bisa diunduh di sini
Leave a Reply