Oleh: Alissa Wahid | Republikasi dari Kompas
Salah satu tokoh yang sangat populer di kalangan Katolik adalah Santo Francis dari Asisi. Pelayanannya kepada kaum papa dan kezuhudannya menginspirasi banyak orang, termasuk Kardinal Bergoglio. Karenanya, saat sang Kardinal terpilih untuk menggantikan Paus Benediktus XVI di tahun 2013, Kardinal asal Argentina ini memilih nama Fransiskus sebagai nama resminya.
Selaras dengan inspirasi Santo Fransiskus, Paus Fransiskus juga memilih untuk mendekatkan dirinya kepada kaum yang lemah, terutama kaum miskin dan mereka yang terpinggirkan. Sikap yang sejatinya telah mewarnai perjalanan khidmatnya sebagai seorang Jesuit sejak mulai melakukan pelayanan gereja di Buenos Aires.
Saat menjadi Uskup dan Kardinal di Argentina, ia meningkatkan pelayanan gereja bagi rakyat miskin, membuatnya dikenal sebagai Slum Bishop. Ia juga kerap melontarkan kritik lantang kepada Pemerintah Argentina sehingga kurang disukai oleh rezim penguasa. Atas nama Gereja Katolik, ia pun menyampaikan permintaan maaf kolektif kepada rakyat Argentina karena tak mampu melindungi rakyat dari junta militer yang opresif semasa tahun 1970-an-1980-an. Kelak dalam masa kepausannya, Paus Fransiskus melakukan hal senada: permintaan maaf atas nama Gereja Katolik Kanada pada 2022 atas keterlibatan dalam genosida kultural terhadap masyarakat pribumi (Indian) Kanada.
Paus Fransiskus sangat gencar menyuarakan berbagai hal yang dia pandang penting untuk membangun peradaban yang lebih baik, dengan keberpihakan yang kuat kepada kelompok lemah dan terpinggirkan. Ia mengemukakan pandangan-pandangannya dalam beberapa ensiklik (dokumen) Kepausan bagi umat Katolik dunia. Meski demikian, dua di antaranya saat ini menjadi rujukan dunia karena mengandung nilai-nilai spiritual yang universal : Laudato Si’ (2005) dan Fratelli Tutti (2020).
Dalam Laudato Si’ : Merawat Rumah Bersama, Paus menyoroti persoalan krisis iklim. Ia mengajak warga dunia untuk merawat Planet Bumi ini, dengan menghindarkan konsumerisme berlebihan, bertindak merawat alam, dan seterusnya. Kepada pemerintah dan dunia usaha, Paus mengingatkan bahwa krisis iklim ini tidak dapat dilepaskan dari kesenjangan ekonomi global, ketidakadilan, kepentingan kelompok untuk mengeksploitasi alam, pembangunan berlebihan yang teknokratik tanpa mengindahkan keberlanjutan planet, dan sikap-sikap lain yang menghambat upaya solutif. Karena itu, Paus Fransiskus menyerukan Pertobatan Ekologis sebagai bentuk perubahan paradigmatik dalam menata kehidupan yang melindungi Planet Bumi.
Ensiklik terakhir Paus adalah Fratelli Tutti (Saudara Sekalian) tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial. Ensiklik ini dibuat Paus sebagai tindak lanjut inisiatif dialog lintas iman yang diluncurkannya bersama Grand Syekh Ahmed Al-Thayyeb dari Al-Azhar, berupa Dokumen Persaudaraan Sekemanusiaan bagi Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama, pada tanggal 4 Februari 2019.
Salah satu tindak lanjutnya adalah Zayyed Award for Human Fraternity, yang pada tahun ini diberikan kepada Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Tahun 2023, Vatikan menginisiasi Network of Women Leaders for Culture of Encounter, di mana saya menjadi salah satu anggota.
PBB kemudian menetapkan tanggal 4 Februari sebagai Hari Persaudaraan Sekemanusiaan Internasional. Ini memperkuat perayaan Minggu Harmoni Antar Umat Beragama (World Interfaith Harmony Week) PBB yang sejak tahun 2020 diselenggarakan setiap minggu pertama bulan Februari.
Paus Fransiskus menggunakan otoritas kepemimpinan dan posisinya dengan efektif dalam arena global. Ia terlibat dalam upaya rekonsiliasi Amerika Serikat dan Kuba, serta membangun hubungan dengan Cina. Ia mengkritik negara-negara Barat atas perlakuan yang tak manusiawi kepada para imigran di Eropa ataupun Amerika Serikat. Ia meminta negara-negara merumuskan ulang model pembangunan yang membawa keadilan bagi kaum papa dan tersingkir, juga keberlanjutan Planet Bumi.
Paus Fransiskus mengingatkan saya kepada perjuangan para tokoh agama Indonesia di periode tahun 1980-an sampai 1990-an. Gus Dur, Romo YB Mangunwijaya, Ibu Ida Bagus Gedong Oka, teolog Th Sumartana dikenal sangat aktif mendampingi rakyat melawan sikap opresif dari rezim militer Orde Baru. Salah satu yang paling terkenal adalah pendampingan yang mereka lakukan kepada warga dari empat kabupaten yang terdampak pembangunan Waduk Kedungombo, Jawa Tengah.
Di tangan mereka, agama dihadirkan secara penuh bagi umat dan kemaslahatan bersama dan bukan melulu pada aspek ritualnya. Para tokoh agama tidak hanya merapal doa, tetapi mendampingi umatnya yang terlemahkan oleh sistem yang lebih menguntungkan mereka yang punya kuasa politik dan uang. Dialog lintas iman tidak hanya untuk saling mengenal dan memahami ajaran agama yang berbeda, tetapi juga menjadi ruang untuk mencari titik temu dalam membangun gerakan. Agama dijadikan sumber nilai yang memandu pengelolaan hidup bersama, sebagaimana kita melihatnya diturunkan menjadi nilai-nilai Pancasila.
Di awal September 2024 ini, bangsa Indonesia akan menyambut Paus Fransiskus. Tidak hanya umat Katolik Indonesia yang berbahagia dengan kunjungan ini. Kita berharap kunjungan ini semakin mengeratkan persaudaraan sekemanusiaan di bumi Bhinneka Tunggal Ika.
Akan tetapi, yang lebih penting, kunjungan ini menjadi oase politik. Setelah disuguhi drama politik manipulatif yang memorakporandakan sendi-sendi demokrasi bangsa untuk kepentingan kelompok dan keluarga yang membuat rakyat makin skeptis terhadap pemimpin politiknya, kehadiran Paus Fransiskus menjadi kesempatan kita untuk belajar menjadi pemimpin yang zuhud dan berbasis nilai-nilai luhur, serta menggunakan jabatannya untuk politik kemanusiaan, perubahan besar, dan kemaslahatan umat.
Barangkali, teladan inilah hadiah terbesar Paus Fransiskus bagi bangsa Indonesia tahun ini.
Leave a Reply