Informasi Jadwal Agenda Kegiatan Terkini

Unity in Diversity: Pengalaman Belajar Keberagaman di UIII

Belajar di UIII menyadarkan bahwa unity in diversity (persatuan dalam keberagaman) atau inklusivitas bukanlah hal yang terjadi begitu saja.

Ringkasan:
● UIII menghadirkan pengalaman belajar keberagaman melalui interaksi mahasiswa dari berbagai negara.
● Perbedaan budaya dan perspektif memperkaya diskusi kelas dan membentuk cara pandang yang lebih terbuka.
● Inklusivitas di UIII terbangun lewat usaha saling memahami, menghargai, dan merayakan perbedaan.

Oleh: Rifa Anis Fauziah | Republikasi dari Mubadalah.id

Konsep unity in diversity bukan hanya teori semata, tetapi merupakan sebuah pengalaman nyata yang saya rasakan sebagai mahasiswa di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).

Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana, saya bertekad melanjutkan studi magister di kampus ini. Ketertarikan saya muncul ketika mengetahui misi UIII, yaitu “memajukan kebudayaan Islam Indonesia sebagai salah satu bagian dari dunia.”

Bagi saya, misi ini bukan hanya idealis, tetapi juga sangat relevan dengan tantangan global saat ini: bagaimana kebudayaan Islam Indonesia dapat tampil di panggung internasional, sambil tetap membawa nilai-nilai keislaman yang inklusif, damai, dan penuh keberagaman. Salah satu jalannya adalah dengan membuka diri untuk belajar bersama teman-teman dari berbagai belahan dunia.

UIII, Tempat yang Inklusif

UIII adalah tempat di mana saya merasakan hal itu secara langsung. Mahasiswa di sini tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi datang dari berbagai negara, seperti Gambia, Afghanistan, Pakistan, Maroko, Australia, Mesir, Palestina, Meksiko, Madagaskar, dan masih banyak lagi. Kehadiran mereka membuat kampus ini terasa seperti miniatur dunia.

Di kampus yang menjadi rumah bagi kami ini, kami belajar bahwa keberagaman bukan hanya tentang perbedaan bahasa, budaya, atau kebiasaan, tetapi tentang bagaimana semua itu dapat bertemu dalam satu ruang yang sama dan membentuk harmoni. Setiap momen di asrama, di kelas, hingga percakapan sederhana, menjadi proses untuk memahami orang lain, membuka diri, dan merayakan perbedaan.

Mungkin banyak orang sudah memahami konsep harmoni agama, toleransi, dan inklusivitas secara teoritis, tetapi saya yakin pemahaman teoritis saja tidak cukup. Kita baru benar-benar memahami makna keberagaman ketika mengalaminya secara langsung di lingkungan yang penuh perbedaan. Dari pengalaman itu, kita melatih diri apakah kita benar-benar mampu menghargai perbedaan tanpa ada diskriminasi.

Serunya Kehidupan di UIII

Pengalaman di ruang kelas tidak kalah menarik. Di kelas, kami memiliki teman-teman dari Maroko, India, Gambia, dan Palestina. Kami merasakan bagaimana diskusi kelas menjadi hidup; masing-masing dari kami menyampaikan argumennya dengan membawa studi kasus yang ada di negaranya.

Ketika membahas isu gender, politik, atau sosial, mereka menghadirkan cara pandang yang benar-benar baru bagi saya. Perspektif mereka memperkaya pengetahuan saya sekaligus mengasah sikap keterbukaan pikiran (open-mindedness) yang selama ini mungkin hanya menjadi jargon.

Perbedaan ini tidak membuat kami renggang atau bahkan berjauhan, justru sebaliknya, kami ingin saling tahu dan saling memahami. Ada yang ingin belajar Bahasa Indonesia dari kami, dan kami pun belajar bahasa resmi mereka, seperti bahasa Hindi. Ketika piknik kelas pun, kami mengenalkan makanan khas Indonesia seperti nasi liwet, bakso, dan es kuwut.

Belajar di UIII menyadarkan bahwa unity in diversity atau inklusivitas bukanlah hal yang terjadi begitu saja. Ia harus kita usahakan dengan membuka diri, menurunkan ego, dan melihat manusia lain dengan kacamata manusia, bukan dengan identitas. Saya merasa beruntung menjadi bagian dari lingkungan yang benar-benar memberikan pengalaman hidup tentang persatuan yang terbangun dari perbedaan.

Editor: Andrianor