Abstrak
Edisi khusus ini mengeksplorasi lanskap kebebasan beragama atau berkeyakinan (freedom of religion or belief – FoRB) yang terus berkembang di tengah fragmentasi politik, transformasi digital, dan persaingan geopolitik. Melampaui paradigma hukum yang berpusat pada negara, berbagai kontribusi dalam edisi ini mengkaji bagaimana FoRB dibentuk oleh sejarah nasional, warisan pascakolonial, dan ketidaksetaraan struktural.Tulisan-tulisan tersebut menganalisis persinggungan antara FoRB dengan populisme, nasionalisme, dan perlindungan warisan budaya, sekaligus menilai peran alat ukur dalam kebijakan berbasis bukti. Mengatasi tantangan-tantangan seperti pengawasan daring, sekuritisasi, dan ideologi anti-pluralis, edisi ini memajukan agenda multidimensi yang mengaitkan migrasi, kesetaraan pekerjaan, pendidikan, dan pelestarian budaya. Secara kolektif, esai-esai ini menawarkan strategi untuk menerjemahkan prinsip-prinsip FoRB ke dalam praktik yang peka terhadap konteks.
Abstrak di atas dari artikel pengantar untuk edisi khusus The Review of Faith & International Affairs (Vol. 23, No. 4, Winter 2025) yang disunting oleh Jocelyne Cesari, berjudul “Rethinking Religious Freedom in a Fragmented and Digitalized World: An Introduction to the Special Issue.”
Edisi ini mengangkat tema “Religious Freedom Studies: The State of the Field and Recommendations for Future Research” dan diterbitkan oleh Routledge bekerja sama dengan Institute for Global Engagement.
Untuk membaca artikel pengantar ini secara penuh dan seluruh kontribusi dari edisi khusus ini, silakan kunjungi tautan berikut: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/15570274.2025.2545128
Diterbitkan oleh The Review of Faith & International Affairs (Routledge/Taylor & Francis Group).









Leave a Reply