Informasi Jadwal Agenda Kegiatan Terkini

Dari Dekat, Menyaksikan Orang Muda Lintas Agama dari Banyak Negara Berbagi di Peace Camp

Ringkasan:
Pemuda lintas agama dan negara berkumpul di Peace Camp Jogja untuk membangun keharmonisan.
Beragam sesi dialog dan aktivitas kolaboratif menumbuhkan empati, kerja sama, dan pemahaman perdamaian.
Peace Camp diharapkan menjadi model pendidikan perdamaian dan ruang perjumpaan pemuda berkelanjutan.

Oleh: Ubaidillah Fatawi | Republikasi dari Islami.co

Sebanyak 60 pemuda dari berbagai sekolah menengah atas di Yogyakarta dan mahasiswa internasional dari 9 negara berkumpul di kawasan Lembah Merapi pada 23–24 Oktober 2025. Dalam acara bertajuk Peace Camp Jogja, pemuda lintas agama dan negara ini bertemu untuk membangun jembatan keharmonisan.

Perjumpaan ini diinisiasi oleh Pesantren Bumi Cendekia Yogyakarta bekerja sama dengan Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama RI. Kegiatan bertema “Harmony in Diversity: Building Peace Through Understanding” ini digelar dengan melibatkan pemuda dari berbagai latar belakang agama, budaya, dan negara.

Peserta merupakan pelajar dari berbagai Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta, seperti SMA Bumi Cendekia, SMA De Britto, SMA UII, SMA Bopkri, dan sekolah menengah lainnya. Mahasiswa IAINU Kebumen, UIN Sunan Kalijaga, dan UNU Yogyakarta juga turut terlibat. Hadir pula anak muda dari Pakistan, Kazakhstan, Kenya, Nigeria, Vietnam, Afganistan, Sudan, dan Bangladesh.

Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok untuk berbagi pengalaman sebagai pemuda dengan latar belakang yang beragam. 

Acara dimulai dengan doa bersama lintas agama: Doa Islam dibawakan oleh peserta dari Kenya, doa Kristen oleh peserta dari Nigeria, doa Buddha oleh peserta dari Vietnam, dan doa Hindu oleh peserta dari Indonesia

Acara dilanjutkan dengan dialog bersama tokoh lintas agama, yaitu Iqbal Ahnaf (Dosen CRCS UGM), Ahmad Zainul Hamdi (BMBPSDM Kemenag), dan Laraib Arshad (Mahasiswa Internasional UII dari Pakistan). 

Dalam sesi berbagi, Iqbal Ahnaf mengajak peserta merefleksikan pentingnya hidup berdampingan. Ia mencontohkan Nabi Muhammad, “Nabi Muhammad itu membuat perjanjian dengan orang nonmuslim untuk hidup berdampingan, bukan memusnahkannya.”

Hal ini juga diamini oleh Zainul Hamdi. Ia mengatakan bahwa pertemuan semacam ini akan menjadi investasi besar di masa depan, “Kami orang tua ini hanya bicara masa lalu. Kalian, anak muda, dalam pundak kalianlah nasib masa depan dunia.”

Selain dialog, beragam kegiatan juga digelar mulai dari outbound kolaboratif, talkshow kebudayaan, hingga sesi dialog lintas iman yang mengajak peserta memahami nilai perdamaian melalui empati dan kerja sama. Dalam suasana akrab dan penuh semangat, para peserta berbagi pengalaman hidup di tengah keberagaman, belajar menghargai perbedaan, serta mencari titik temu dalam semangat kemanusiaan.

Salah satu peserta, Shakib bin Alam, pelajar asal Bangladesh, mengungkapkan kesan mendalamnya. Ia suka saat diskusi kelompok, senam pagi, dan trekking. “I really enjoyed the Peace Camp event, especially the focus group discussions, the morning exercises, and the trekking afterward. Those moments were the most fun and memorable for me, especially doing the morning activities together with Indonesian friends. It felt energetic and full of joy,” katanya.

Peserta lain, Mosab Mohamed Musa Almarioud, pelajar asal Sudan, menambahkan kesannya bahwa Peace Camp bukan cuma acara, tetapi perjalanan menemukan diri dan menghargai manusia lain, “The Peace Camp amazed me because it wasn’t just an event, but a journey of self-discovery and appreciation for our shared humanity. There, I realized that our differences don’t divide us; they teach us to see the world from wider perspectives. I learned that true peace begins within, with sincerity and a pure heart. When you find peace within yourself, you become the kind of person who can live in peace with others.”

Melalui kegiatan ini, M. Zainul Hamdi dari Kemenag berharap Peace Camp dapat menjadi model pendidikan perdamaian berbasis pengalaman langsung yang dapat diterapkan di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Semangat “Harmony in Diversity” diharapkan terus bergema di kalangan generasi muda, agar mereka tak hanya menjadi penerus bangsa, tetapi juga penjaga perdamaian dunia.

Acara Peace Camp ini adalah bentuk kelanjutan komitmen Pesantren Bumi Cendekia membangun jembatan dialog antara budaya dan agama. Sebelumnya, setiap tahun siswa SMA pesantren ini mengadakan Peace Tour. Mereka berkunjung ke berbagai tempat ibadah dan komunitas untuk memahami bagaimana berbagai komunitas hidup, beribadah, dan membangun dunianya. Peace Camp ini adalah bentuk lanjutan dari Peace Tour tersebut.

Ubaidillah Fatawi, selaku salah satu panitia, mengatakan kepada para peserta bahwa ke depan Peace Camp dapat menjadi wadah para pemuda Jogja untuk bertemu. “Besok kalian yang selenggarakan ya, jadikan Peace Camp jadi ruang temu kalian, melampaui sekat sekolah, bahasa, budaya, agama, bahkan negara.”