Informasi Jadwal Agenda Kegiatan Terkini

Memperkuat Perlindungan bagi Kelompok Agama Minoritas melalui Perjanjian Baru Hak Asasi Manusia Universal: Keharusan atau Tindakan Berlebihan?

Republikasi dari Taylor & Francis Online

Judul Asli: Strengthening the Protection of Religious Minorities by Establishing a New Universal Human Rights Treaty
A Necessary or Redundant Effort?

Penulis: Aleksandra Gliszczyńska-Grabias

Abstrak:
Seruan untuk mengadopsi perjanjian internasional yang secara khusus ditujukan untuk memerangi diskriminasi dan kebencian berbasis agama—instrumen yang serupa dengan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial DiscriminationICERD)—telah muncul secara berkala selama beberapa dekade. Seruan tersebut merupakan kelanjutan dari upaya yang gagal untuk membentuk perjanjian serupa ketika ICERD dirumuskan pada 1960-an. Meskipun persiapan untuk mengesahkan dua konvensi “kembar” ini berjalan paralel, pekerjaan pada konvensi yang berkaitan dengan dimensi keagamaan justru berakhir dengan lahirnya Deklarasi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan (UN Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion or Belief) tahun 1981 (Resolusi 1981) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB. Sejak itu, pertanyaan tetap terbuka: apakah standar perlindungan terhadap diskriminasi dan kebencian berbasis agama sudah memadai, atau perlu diperkuat—bahkan didefinisikan ulang dan dilengkapi—menghadapi ancaman yang terus berlanjut terhadap hak dan kebebasan kelompok rentan, termasuk kelompok agama minoritas dan individu yang dianiaya karena agama atau keyakinan mereka. Pada saat yang sama, perbincangan yang terus berlangsung juga menyoroti perlunya melindungi individu yang, misalnya karena menyatakan penolakan terhadap praktik tertentu dalam suatu agama, menjadi rentan terhadap pelecehan dan persekusi. Dalam konteks konflik terkait ruang lingkup perlindungan yang harus diberikan kepada agama sebagai entitas (termasuk simbol, kitab suci, atau nabi) serta kontroversi mengenai pertentangan antara praktik atau dogma keagamaan tertentu dan larangan diskriminasi agama, kemungkinan tercapainya konsensus di ranah sensitif ini sangat kecil. Bahkan, perjanjian yang dihasilkan berpotensi kurang bermakna (dari segi ruang lingkup) dibandingkan dengan Deklarasi 1981 yang telah ada. Bab yang diusulkan ini dimaksudkan untuk menyajikan argumen-argumen terpenting “yang mendukung” dan “yang menolak” pembentukan perjanjian baru tentang diskriminasi dan kebencian berbasis agama, tanpa bermaksud memberikan jawaban yang tuntas atau bersifat mengikat.

Tulisan ini merupakan Bab 2 dari buku berjudul Freedom of Religion, Minority Rights and the Law: The Status of Jewish and Muslim Minorities in Europe and Beyond, Edisi ke-1, yang diterbitkan oleh Routledge pada tahun 2025.
Bab tersebut dapat dibaca melalui tautan berikut: https://www.taylorfrancis.com/chapters/oa-edit/10.4324/9781003423294-4/strengthening-protection-religious-minorities-establishing-new-universal-human-rights-treaty-aleksandra-gliszczy%C5%84ska-grabias?context=ubx&refId=9acd0eab-4d57-4d1f-94a2-edae14ec4278
Untuk mengakses keseluruhan buku, kunjungi tautan berikut: https://doi.org/10.4324/9781003423294

Editor: Andrianor