Oleh: Riyad Dafhi R. | Republikasi dari Banjartimes
Ringkasan:
● Religi Expo menghadirkan ruang perjumpaan lintas iman untuk merayakan keberagaman dan mengurangi prasangka.
● Ahmadiyah memanfaatkan expo untuk berdialog terbuka dan menegaskan kesamaan ajaran Islam yang mereka anut.
● Indeks toleransi Banjarmasin meningkat seiring upaya kolaboratif merawat keberagaman dan ekspo menambahkan pesan penting merawat lingkungan.
Puluhan komunitas lintas agama, kepercayaan, dan suku berkumpul di Siring Nol Kilometer Banjarmasin pada Jumat (14/11). Melalui acara Religi Expo bertajuk “Merak: Merawat Alam dan Keberagaman,” mereka diberi ruang untuk berinteraksi dan merayakan perbedaan tanpa sekat.
Salah satu komunitas agama yang menjadi peserta dalam ekspo tersebut adalah Ahmadiyah. Di stan mereka, puluhan mushaf Al-Qur’an dalam 30 bahasa dunia tersusun rapi.
“Al-Qur’an ini telah diterjemahkan oleh komunitas Ahmadiyah di berbagai negara ke dalam bahasa masing-masing,” ujar salah satu mubalig Ahmadiyah, Iman Ahmad, sambil menunjukkan deretan mushaf yang berjejer rapi di sana.
Iman menuturkan, Ahmadiyah memiliki misi untuk mengartikan Al-Qur’an ke dalam 100 bahasa berbeda. “Saat ini, yang selesai baru 74 bahasa. Masih ada 26 bahasa lagi yang sedang berproses,” katanya.
Ikhtiar ini, katanya, merupakan bentuk kontribusi Ahmadiyah dalam syiar ajaran Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam).
“Dengan terjemahan Al-Qur’an dalam 100 bahasa ini, kami ingin menyebarluaskan pesan itu kepada umat manusia di seluruh dunia,” tuturnya.
Mubalig Ahmadiyah lainnya, Amin, menambahkan bahwa keikutsertaan mereka dalam ekspo ini juga menjadi ruang untuk membuka diri dan berdialog.
Ia berharap masyarakat tidak lagi salah paham terhadap keberadaan Ahmadiyah yang selama ini kerap dicap menyimpang.
“Sesungguhnya tidak ada yang berbeda. Kami juga Islam. Tuhan sama, kitab sucinya sama, nabinya sama. Salat dan syahadatnya juga sama. Rukun Islam dan Rukun Iman kami pun sama,” jelasnya.
Amin berharap ruang-ruang perjumpaan seperti ini bisa terus dihadirkan agar suasana saling memahami di Banjarmasin semakin kuat dan inklusif.
“Suasana seperti ini kami harap bisa selalu dijaga di Banjarmasin. Kami ingin lebih diterima dan diberikan ruang seluas-luasnya,” harapnya.
Selain Ahmadiyah, ekspo kali ini turut diramaikan oleh sebanyak 30 lembaga, mulai dari komunitas keagamaan, organisasi sosial, hingga komunitas independen lainnya. Gelaran tersebut juga dimeriahkan oleh panggung budaya, berbagai lomba, peragaan busana (fashion show), serta eksibisi permainan tradisional.
Kota Banjarmasin Semakin Toleran
Direktur LK3 (Lembaga Kajian Keislaman & Kemasyarakatan) Banjarmasin, Abdani Solihin, mengatakan kegiatan yang rutin dilaksanakan sejak 2016 ini menjadi medium untuk bersukacita atas jalinan toleransi yang terawat di Kota Seribu Sungai selama satu dekade terakhir.
“Kita patut bersyukur karena indeks toleransi di Banjarmasin terus mengalami tren positif. Dari yang semula berada di peringkat 30, kini merangkak naik ke posisi 17. Artinya kita punya modal sosial yang sangat baik. Ini perlu terus dipelihara agar kedamaian dapat selalu terwujud,” ujarnya.
Menurut Abdani, kabar baik ini juga penting untuk terus diwartakan agar ‘virus baik’ ini menular ke masyarakat luas, sehingga mereka semakin terbiasa hidup dalam keberagaman.
Sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya, pada acara kali ini LK3 juga menambahkan pesan baru, yakni merawat lingkungan.
Sebab, kata Abdani, berbicara soal agama tidak melulu menyangkut relasi manusia dengan manusia, tetapi juga relasi manusia dengan alam.
Melihat krisis iklim dan pemanasan global yang semakin terasa, LK3 ingin mengajak para penganut agama dan kepercayaan untuk turut mengabarkan semangat menjaga lingkungan.
“Harapannya, muncul kepedulian yang lebih luas, supaya kita bisa berbicara dalam konteks yang juga mencakup kelestarian alam,” pesannya.
Editor: Andrianor








Leave a Reply