Informasi Jadwal Agenda Kegiatan Terkini

Sengketa Pura, Dana Hibah, dan AMDAL: RDP DPRD Bali Menguji Legalitas Proyek PT Jimbaran Hijau

Pansus TRAP DPRD Bali melakukan Sidak di Pura Belong Batu Nunggul Jimbaran, Kabupaten Badung (15/12/2025)

Ringkasan:
● Sengketa Pura Belong Batu Nunggul menghambat renovasi dan mengancam penyerapan dana hibah Pemprov Bali.
● DPRD Bali menyoroti dugaan masalah AMDAL dan perizinan proyek PT Jimbaran Hijau.
● Kasus Jimbaran menguji komitmen negara melindungi lingkungan, hak adat, dan kebebasan beragama.

Republikasi dari Jarrak Bahtera Media

Sengketa lahan antara Desa Adat Jimbaran dan investor PT Jimbaran Hijau kembali mencuat dan kini meluas ke isu lingkungan hidup. 

Publik mempertanyakan kemungkinan terbukanya seluruh dokumen legalitas perusahaan, termasuk Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang bakal diselenggarakan bersama Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali.

Persoalan bermula dari terhambatnya renovasi Pura Belong Batu Nunggul yang berada di wilayah Jimbaran. Desa Adat Jimbaran menyatakan bahwa pura tersebut telah berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia dan memiliki nilai spiritual yang penting bagi warga. Namun ironisnya, PT Jimbaran Hijau, selaku pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan di sekitar kawasan tersebut, melarang akses dan pengerjaan renovasi dengan alasan status tanah masih disengketakan.

Larangan tersebut menyebabkan aktivitas renovasi tersendat, meskipun material bangunan seperti batu padas, semen, dan kayu telah tersedia di lokasi. 

Petugas keamanan investor bahkan sempat menghadang pengempon pura. Situasi ini memicu keresahan warga, terlebih dana hibah sebesar Rp500 juta dari Pemerintah Provinsi Bali untuk tahun anggaran 2025 terancam tidak terserap. Hibah tersebut memiliki batas waktu laporan pertanggungjawaban hingga 10 Januari 2026.

Bendesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga Arsana Putra, menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar sengketa administratif, melainkan menyangkut hak dasar umat beragama.

“Pura ini secara adat dan sejarah sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Kalau umat dihalangi masuk dan beribadah, ini bukan lagi soal batas tanah, tetapi sudah menyentuh hak konstitusional warga,” terangnya saat ditemui di Jimbaran, Senin (15/12/2025).

Ia juga menyoroti terhambatnya pemanfaatan dana hibah pemerintah. “Dana hibah ini untuk kepentingan yadnya, bukan kepentingan pribadi. Material sudah siap, tetapi kami dihadang. Warga menjadi resah karena waktu pertanggungjawaban hibah sangat terbatas,” kata Rai Dirga.

Di sisi lain, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali menyarankan agar pembangunan pura dihentikan sementara hingga status hukum lahan benar-benar jelas, guna menghindari persoalan hukum lanjutan. Mediasi yang difasilitasi Kantor Lurah Jimbaran pada November 2025 pun berakhir buntu (deadlock).

Investor tetap bersikukuh menunggu kejelasan batas kawasan SHGB, sementara warga adat meminta agar renovasi tetap dilanjutkan demi keberlangsungan yadnya. 

Isu ini semakin kompleks ketika DPRD Bali melalui Pansus TRAP menyoroti aspek perizinan proyek PT Jimbaran Hijau. Dalam laporan sementara, Pansus TRAP menyebut adanya dugaan bahwa proyek berjalan tanpa dokumen AMDAL, atau terjadi kekeliruan klasifikasi risiko usaha dalam sistem Online Single Submission (OSS), dari risiko tinggi menjadi risiko rendah.

Tak hanya itu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bali sebelumnya juga telah mengonfirmasi bahwa kelengkapan perizinan lingkungan proyek tersebut belum memadai. 

Ketiadaan atau ketidakjelasan AMDAL menjadi sorotan serius di tengah meningkatnya kepekaan publik terhadap isu ekologi.

Terlebih lagi, Bali sebagai wilayah dengan daya dukung lingkungan yang terbatas dinilai rentan terhadap dampak pembangunan skala besar, seperti alih fungsi lahan, perubahan tata air, kerusakan kawasan resapan, serta potensi longsor dan bencana banjir. 

Kekhawatiran ini semakin menguat seiring maraknya bencana alam, seperti terjangan banjir bandang di berbagai daerah di Indonesia yang kerap dikaitkan dengan lemahnya pengawasan lingkungan dan perizinan.

Pansus TRAP DPRD Bali berencana memanggil manajemen PT Jimbaran Hijau dalam RDP untuk meminta klarifikasi menyeluruh, termasuk pembuktian legalitas perizinan lingkungan. 

RDP tersebut diharapkan menjadi forum terbuka agar publik mengetahui apakah proyek investor telah memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan hidup.

Menanggapi sorotan tersebut, pihak PT Jimbaran Hijau menyatakan bahwa perusahaan merasa telah menjalankan kegiatan sesuai dengan perizinan yang dimiliki.

“Kami tidak pernah bermaksud menghalangi ibadah. Akses ke pura pada prinsipnya tetap ada, namun kami juga harus memastikan tidak ada aktivitas di atas lahan yang masih berstatus sengketa hukum,” kata Ignatius Suryanto, S.H. (Igan), selaku kuasa hukum PT Jimbaran Hijau, dalam keterangan terpisah.

Terkait isu AMDAL, perusahaan menyatakan siap memberikan klarifikasi di hadapan DPRD Bali. “Kami akan hadir dalam RDP dan menjelaskan seluruh perizinan yang kami miliki sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Igan mewakili perusahaan.

Pasca inspeksi mendadak Pansus TRAP pada pertengahan Desember 2025, akses ke Pura Belong Batu Nunggul telah dibuka dan proyek PT Jimbaran Hijau dihentikan sementara pada 12 Desember 2025. Renovasi pura kemudian dapat dilanjutkan kembali, meskipun sengketa lahan belum sepenuhnya selesai.

Dari sisi hukum, larangan beribadah di tempat suci dinilai bertentangan dengan Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah. 

Selain itu, tindakan menghalangi upacara keagamaan dapat dijerat ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menteri Agama juga menegaskan bahwa pelarangan ibadah merupakan pelanggaran konstitusi dan harus ditindak sesuai hukum yang berlaku.

Kini, perhatian publik tertuju pada RDP DPRD Bali. Masyarakat berharap forum tersebut tidak hanya menyelesaikan sengketa lahan dan konflik sosial, tetapi juga membuka secara transparan persoalan AMDAL dan dampak ekologis proyek PT Jimbaran Hijau. 

Di tengah krisis lingkungan dan meningkatnya bencana alam, kasus Jimbaran menjadi ujian komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan hukum, melindungi lingkungan, serta menghormati hak-hak adat dan kebebasan beragama. (red)

Editor: Andrianor